Saturday, October 13, 2018

You Don't Exist in My World


“Maaf. Tapi kita harus putus. It’s just… we love each other but we keep hurting each other. I’m sorry. Thank you”.

Itulah kalimat terakhirku pada Alice, perempuan yang sudah kukencani selama empat bulan terakhir. Dia sangat menyayangiku dan selalu berusaha memberikan semua yang kuinginkan. Namun lama-lama aku muak karena dia membosankan. Rasanya tidak menyenangkan jika aku bisa mendapatkan segalanya. Apalagi jika dia tergila-gila padaku seperti itu.

Saat putus denganku, Alice tidak mengatakan apapun. Ia hanya tertunduk sambil menangis. Sesekali aku mendengarnya sesenggukan. Aku meninggalkannya sendirian di rumahnya malam itu.

Satu bulan kemudian…

Aku bangun pagi seperti biasa. Menyeduh secangkir kopi sambil memeriksa email dari kantor.

“Tsk. Dasar bos cerewet,” gerutuku.

Aku segera mengirimkan proposal yang dimintanya melalui email lalu membuka situs berita. Setelah membaca beberapa artikel berita, aku beranjak dari kursi dan bersiap untuk berangkat ke kantor.

Rutinitas di kantor membosankan seperti biasa. Bosku marah pada setiap kesalahan kecil dan teman-teman kantorku semuanya sibuk dengan tumpukkan pekerjaan masing-masing. Aku bisa mendengar gerutu beberapa teman kantorku. Beberapa bahkan diam-diam mengutuk bosku.

Setelah 8 jam bertahan di kantor, akhirnya aku bisa pulang ke rumah. Aku berhenti sejenak di depan pintu rumahku dan memandangi kotak di atas keset. Aku melihat namaku selaku penerima namun aku tidak melihat nama pengirimnya. Aku membawa paket tersebut masuk dan meletakkannya di atas meja tulis.

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku melirik paket yang duduk manis menunggu untuk dibuka.

“Siapa yang mengirimi paket untukku?”

Rasa penasaran mengalahkan lelahku. Aku beranjak ke meja tulis dan membuka paket tersebut. Ada sebuah dompet di dalamnya. Mataku terbelalak saat melihat dompet tersebut.

“Ini kan dompet yang aku incar. Wah… siapa yang berbaik hati mengirimiku dompet ini?” pikirku sambil mengecek dompet tersebut. Bau kulit yang khas dan desain minimalisnya membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku sempat berpikir untuk membelinya saat menjelang Natal karena biasanya toko yang menjual merk ini mengadakan diskon besar-besaran. Tapi setelah menerima paket ini aku jadi tidak perlu menambah pengeluaran menjelang Natal.

Aku merasa sangat senang karena bisa mendapat dompet yang kuinginkan secara gratis. Aku berterima kasih pada siapa pun yang mengirim paket itu.

Minggu berikutnya aku menerima paket lagi. Seperti sebelumnya, paket tersebut diletakkan di keset depan rumahku dan tidak ada nama pengirim. Hanya ada penerima, yaitu aku. Aku mengambil paket tersebut dan membawanya ke kamar. Aku penasaran apa isi paket kali ini. Saat aku membukanya ternyata isinya tas ransel yang sempat aku lihat sewaktu pergi liburan ke luar kota.

“Wow. Tas ini kan harganya sangat mahal. Siapa pun yang mengirim tas ini, terima kasih banyak,” aku bersyukur sambil mendekap tas tersebut. Bau kulit dari tas tersebut memberi kepuasan tersendiri bagiku. Aku meletakkan tas tersebut di meja dan berencana menggunakannya besok saat ke kantor.

Keesokan harinya…

“Wah. Itu kan tas yang kita lihat waktu lagi tugas ke luar kota. Akhirnya kamu beli tas itu?” tanya salah satu kolegaku.

“Tampaknya aku punya penggemar rahasia yang mau mengeluarkan uang untuk membelikanku hadiah ini,” aku tersenyum puas.

Ia mengerenyitkan dahi. “Apa itu tidak mengerikan?”

“Apanya?”

“Penggemar rahasia yang tahu apa yang kamu inginkan. Bukankah itu seperti stalker?” ia mengangkat bahu.

Aku terdiam. Iya juga. Kalau dipikir-pikir… tidak ada yang tahu bahwa aku menginginkan tas ini karena aku tidak mengatakannya pada siapa pun. Tapi bagaimana pengirim paket bisa tahu persis tentang tas yang aku inginkan? Aku merinding dan berpikir untuk tidak menggunakan tas ini sementara waktu.

Saat perjalanan pulang aku sempat terpikir untuk membeli salad dan ayam panggang untuk makan malam. Namun kuurungkan karena aku masih punya roti kacang merah yang kubeli saat makan siang. Sesampainya di rumah, ada paket lain di depan pintu rumahku. Aku melihat ke sekeliling namun tidak ada orang. Dengan perasaan was-was, aku mengambil paket tersebut dan membawanya masuk. Kali ini ukuran paketnya lebih kecil dan dibungkus dengan paper bag. Dengan gugup aku membuka paper bag tersebut. Nafasku tercekat. Isi paket tersebut adalah salad dan ayam panggang favoritku.

Okay. This is way too creepy. Not funny at all”. Aku membuang paper bag tersebut beserta isinya ke tempat sampah.

“Tidak masuk akal. Aku pasti berhalusinasi,” aku berusaha menenangkan diri. Tidak mungkin ada yang tahu soal makan malam yang aku inginkan. Malam itu aku melewatkan makan malam dan bersembunyi di balik selimut hingga tertidur.

Minggu berikutnya aku menerima paket lagi. Isinya adalah jam tangan yang rencananya akan aku beli saat gajian. Selanjutnya aku menerima paket yang berisi jaket yang aku lihat online. Minggu berikutnya aku menerima paket lagi dan isinya adalah novel misteri dengan tanda tangan penulisnya.
Aku mulai paranoid. Tiba-tiba aku teringat Alice. Aku yakin dia yang melakukan semua ini! Selama ini dia selalu membelikanku barang yang aku inginkan. Ini pasti ulahnya!

Aku segera berlari ke kantor polisi terdekat. Polisi mempersilakan aku duduk. Aku berusaha mengatur nafasku yang masih terengah-engah setelah berlari cukup jauh. Setelah aku tenang, polisi mulai bertanya padaku.

“Ada yang bisa dibantu, pak?” seorang polisi bertanya padaku.

“Namaku Lucas. Aku rasa aku dikuntit oleh mantan pacarku. Dia mengirimiku paket setiap minggu. Awalnya aku senang mendapat barang-barang yang kuinginkan. Tapi lama-lama aku risih karena aku tidak pernah menceritakan pada siapa pun soal barang yang aku inginkan,” jawabku sambil masih berusaha mengendalikan nafasku.

Polisi mulai mengetik laporan di komputer kerjanya. “Baiklah. Siapa nama mantan pacarmu yang kau curigai ini?”

“Alice. Alice Lucia Zhang”.

Polisi tersebut saling melihat dengan koleganya. Polisi tersebut menaikkan alis. “Sejak kapan kau menerima paket-paket ini?”

Aku berusaha mengingat-ingat. “Aku sudah menerima paket selama lima minggu. Jadi sudah lebih dari sebulan”. Kedua polisi tersebut kembali saling menatap satu sama lain.

“Pak Lucas, saya rasa Anda semestinya pergi ke psikiater bukan kantor polisi”.

Aku mengerenyitkan dahi. “Maksudnya?”

“Alice Lucia Zhang sudah meninggal sejak tiga bulan lalu. Anda yakin dia yang mengirimi Anda paket?”

Dunia seakan runtuh. Alice? Sudah meninggal? Tidak mungkin. Aku baru memutuskan hubunganku dengannya dua bulan lalu. Tidak mungkin dia sudah meninggal tiga bulan lalu. Tanpa disadari, air mata keluar dari sudut mataku. Aku menangis histeris di kantor polisi. Para petugas yang lain menghampiri karena penasaran. Mereka semua memandangiku dengan penuh iba. Aku menangis sekeras-kerasnya saat menyadari bahwa Alice sudah tidak ada.

Tiga bulan yang lalu…

“Lucas,” Alice memanggil nama kekasihnya dengan lembut.

Lucas menengadah. “Alice”.

Gadis itu meremas jemarinya. “Apa yang ingin kau bicarakan?”

Lucas menghela napas. “Maaf. Tapi kita harus putus. It’s just… we love each other but we keep hurting each other. I’m sorry. Thank you”.

Itulah kalimat terakhirnya pada Alice, perempuan yang sudah dikencaninya selama empat bulan terakhir.

Alice terkejut. “Eh? Kenapa? Apa aku ada salah padamu?”

Lucas menggeleng pelan. “Tidak. Aku hanya merasa kita tidak cocok. Terima kasih atas semuanya.” Ia beranjak dari sofa. Gadis itu memegang lengannya.

“Lucas… Tolong jelaskan. Ada apa sebenarnya?”

Lelaki itu menarik tangannya dengan kasar hingga membuat perempuan itu terkejut. “Aku muak. Kamu membosankan,” jawabnya ketus sambil berjalan ke arah pintu keluar. Alice tidak mengatakan apapun. Ia hanya tertunduk sambil menangis.

Seminggu kemudian terdengar kabar bahwa Alice bunuh diri dengan melompat dari lantai 16 kantor tempatnya bekerja. Semua orang di penjuru kota mengetahui kabar tersebut termasuk Lucas. Dalam surat terakhir yang ditinggalkan gadis itu, ia mengatakan betapa ia sangat mencintai Lucas. Lucas mengurung diri di rumah selama tiga minggu. Selama itu pula ia menangis dan menyesali perbuatannya pada Alice. Jika saja ia tidak memutuskan Alice, gadis itu pasti masih hidup dan sedang membuatkan makan malam untuknya. Semua penyesalan datang menghantui Lucas. Tanpa sadar, Lucas mulai berhalusinasi.

Setiap minggu ia membeli barang-barang mahal yang ia inginkan dan membungkusnya sebagai paket. Ia mengirimkan paket-paket tersebut melalui pos ke alamat rumahnya dan mengatur agar ia menerimanya setiap hari Senin. Ia bertingkah seolah-olah ada yang mengiriminya paket setiap minggu. Ya. Ia berhalusinasi bahwa Alice yang mengirim semua paket itu.

Akhirnya ia tersadar bahwa Alice telah tiada. Ia menangis dan berteriak histeris.

“ALICEEEEE!!!” raungnya.

Semua polisi di sana hanya menatapnya dalam diam. Mengasihani pria yang tengah berduka itu.

– The End –

Penyesalan selalu datang terlambat. Ia tidak pernah menyangka bahwa dibalik rasa bosan yang dirasakannya beberapa bulan lalu, sebenarnya ia mencintai Alice. Ia baru menyadari bahwa Alice sangat sabar, pengertian, sangat sayang padanya dan benar-benar mempercayainya setelah gadis itu tiada. Namun yang dilakukannya adalah menyakiti Alice hingga mendorong gadis tersebut untuk bunuh diri.

Sunday, April 29, 2018

SNOW WHITE (Dark Fairytale Series by Ken Zheng)


Hair as black as ebony,
Skin as white as snow,
Lips as red as blood.

            Pada zaman dahulu kala, ada sebuah kerajaan di negeri yang sangat jauh. Sang raja dan istrinya baru saja dikaruniai seorang putri yang sangat cantik. Rambutnya hitam seperti arang, kulitnya putih seperti salju, dan bibirnya merah seperti darah. Mereka menamainya Snow White. Beberapa tahun kemudian, sang ratu meninggal dunia karena sakit. Seluruh penghuni istana berduka atas meninggalnya sang ratu. Suatu hari, sang raja menikahi lagi dengan seorang perempuan tercantik di negerinya. Sang ratu yang baru sangat terobsesi pada kecantikannya.

Ia mempunyai sebuah cermin ajaib dan ia selalu bertanya pada cermin itu, “Wahai cermin ajaib. Siapa wanita tercantik di negeri ini?”

Wanita tercantik di negeri ini adalah Yang Mulia,” jawab cermin tersebut. Sang ratu merasa puas mendengar jawaban cermin ajaib tersebut.

            Seiring berjalannya waktu, Snow White pun tumbuh dewasa. Ia menjadi semakin cantik. Semua orang di istana menyukainya karena ia sangat baik dan ramah. Suatu ketika sang ratu bertanya pada cermin ajaibnya.

“Wahai cermin ajaib. Siapa wanita tercantik di negeri ini?” sang ratu bertanya sambil tersenyum menunggu jawaban dari cermin ajaib.

Wanita tercantik di negeri ini adalah Snow White, Yang Mulia” jawab cermin ajaib tersebut.

“APA?!” sang ratu murka dan bangkit dari kursinya. Ia mendekati cermin itu. “Apa maksudmu mengatakan Snow White adalah wanita tercantik di negeri ini?!”

Cermin ajaib tersebut menjawab, “Rambutnya hitam seperti arang. Kulitnya putih seperti salju. Bibirnya merah seperti darah. Matanya indah seperti kristal. Ia adalah wanita cantik sesungguhnya”.

Sang ratu murka dan langsung memanggil seorang pemburu. Ia memerintahkan pemburu tersebut untuk membunuh Snow White dan membawa jantungnya sebagai bukti. Sang pemburu yang takut pada ratu pun segera melaksanakan perintah tersebut. Ia mengajak Snow White untuk pergi berburu ke hutan dan Snow White pun mengikuti tanpa rasa curiga.

“Paman, kita akan berburu apa?” tanya Snow White.

Sang pemburu mengeluarkan pisau dari tasnya. Snow White terkejut. Namun pemburu tersebut tidak sanggup membunuh Snow White dan menjatuhkan pisaunya. Ia pun membuka topengnya.

“Ayah?!” pekik Snow White. Ia langsung memeluk sang raja dengan erat.

“Maaf ayah menakutimu, Snow White” sang raja meminta maaf sambil memeluk Snow White. “Tadi ayah mendengar pembicaraan ratu dengan si pemburu lalu ayah mengajaknya bertukar tempat. Kamu harus kabur. Sang ratu ingin membunuhmu. Pergilah ke hutan dan bersembunyilah. Ayah akan memburu babi hutan dan membawa jantungnya untuk ratu”.

Snow White tidak ingin meninggalkan ayahnya sendirian. Namun jika ia tidak pergi maka apa yang dilakukan ayahnya akan sia-sia. Ia pun menuruti ayahnya dan pergi meninggalkan istana. Sang raja pun kembali ke istana dan menyuruh si pemburu untuk menunjukkan jantung yang didapatnya kepada sang ratu. Sang ratu tersenyum puas karena meyakini Snow White sudah mati.

Setelah berjalan seharian di dalam hutan, Snow White sampai di sebuah rumah. Ia mengetuk pintu namun tidak ada jawaban. Akhirnya ia masuk ke dalam rumah tersebut dan melihat semua perabotan di sana berukuran kecil. Seperti ada kurcaci yang tinggal di sana. Karena lelah berjalan seharian akhirnya ia memutuskan untuk tidur sejenak di salah satu tempat tidur yang ada.

            Sementara itu di istana…

“Wahai cermin ajaib. Siapa wanita tercantik di negeri ini?” seperti biasa sang ratu bertanya pada cermin ajaibnya.

Cermin ajaib menjawab, “Seperti sebelumnya, jawabannya adalah Snow White, Yang Mulia”.

Sang ratu murka dan memerintahkan para pengawal untuk membunuh si pemburu. Namun mereka tidak dapat menemukannya.

“Kalau tidak ada yang mau membunuh Snow White, aku yang akan melakukannya sendiri!” pekik sang ratu.

            Setelah tertidur beberapa saat, Snow White pun terbangun karena mendengar suara orang bergumam. Ketika membuka mata, ia terkejut mendapati tujuh kurcaci mengelilinginya.

“Siapa kau?” tanya salah satu dari mereka.

“Namaku Snow White,” jawab Snow White sambil bangkit dari tempat tidur. “Maafkan aku karena sudah masuk dan memakai tempat tidur ini tanpa ijin. Aku sangat lelah berjalan seharian”. Snow White meminta maaf pada mereka.

“Apa yang membuatmu bisa sampai ke sini?” tanya salah satu dari mereka.

“Sang ratu mengirim pemburu untuk membunuhku. Namun ia tidak bisa melakukannya. Ia menyuruhku kabur ke hutan. Dan di sinilah aku,” ia menceritakan kejadian yang telah ia alami.

Para kurcaci tersebut berunding dan akhirnya memutuskan untuk mengijinkan Snow White tinggal dengan mereka dengan syarat ia harus membantu dengan pekerjaan rumah selagi mereka pergi bekerja. Snow White menyetujui syarat tersebut dan berterima kasih pada para kurcaci.

Tidak terasa beberapa minggu sudah berlalu sejak pertama kali Snow White tinggal di rumah para kurcaci. Hingga suatu ketika datang seorang nenek ke rumah tersebut. Ia menawarkan apel pada Snow White namun ditolak. Ia tetap memaksa agar Snow White menerima apel tersebut. Karena terus didesak, akhirnya ia menerima apel tersebut dan memakannya. Namun setelah menggigit apel tersebut ia tidak bisa bernapas dan jatuh tergeletak. Nenek tersebut tertawa lalu berubah wujud. Ia adalah sang ratu yang sedang menyamar untuk membunuh Snow White. Ia meninggalkan rumah tersebut sambil tertawa penuh kemenangan. Menjelang sore, para kurcaci kembali ke rumah dan terkejut mendapati Snow White tergeletak di depan rumah. Salah satu di antara mereka mengecek nadi Snow White dan menggelengkan kepala. Mereka pun membuat peti kaca lalu memasukkan Snow White ke sana. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk tidur di samping peti kaca tersebut.
Sang ratu kembali bertanya pada cermin ajaibnya. “Wahai cermin ajaib. Siapa wanita tercantik di negeri ini?”

Cermin ajaib tersebut menjawab, “Wanita tercantik di negeri ini adalah Yang Mulia”.

Sang ratu tertawa dengan lantang. “Akhirnya aku kembali menjadi wanita tercantik di negeri ini”.

            Beberapa hari kemudian…

            Seorang pangeran berjalan-jalan ke dalam hutan bersama para pengawalnya. Mereka berjalan cukup jauh hingga ke tengah hutan.
“Pangeran, kita harus kembali sebelum gelap,” ajak salah satu pengawal.
Sang pangeran menoleh, “Sebentar lagi. Aku ingin melihat isi hutan ini”. Si pengawal menghela napas panjang. “Baiklah, Yang Mulia”.

Sang pangeran tersenyum lalu kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya mereka tiba di rumah para kurcaci. Karena penasaran sang pangeran turun dari kudanya dan mendekati rumah tersebut. Para pengawalnya mengikuti di belakang. Mereka mengetuk pintu rumah tersebut namun tidak ada jawaban. Akhirnya sang pangeran memutuskan untuk masuk. Ia mendapati para kurcaci tidur mengitari sebuah peti kaca. Saat melihat isi peti tersebut, sang pangeran tertegun. Ia jatuh cinta pada kecantikan Snow White. Pangeran memerintahkan para pengawalnyanuntuk membawa peti tersebut pulang. Ia ingin menikmati kecantikan Snow White di istananya.

Hair as black as night sky,
Skin as white as pearl,
Lips as red as scarlet.

            Snow White terbangun di tempat asing. Ia melihat ke sekelilingnya. Semuanya berwarna hitam. Tiba-tiba muncul sosok laki-laki tampan dengan pakaian seperti bangsawan. Ia berjalan mendekati Snow White.

“Aku melihat semuanya. Apakah kau ingin balas dendam?” tanya laki-laki tersebut.
Snow White mengangguk. Laki-laki itu pun tersenyum. “Setiap balas dendam ada harganya. Apakah kau sanggup untuk membayarnya?” tanya laki-laki itu lagi. Snow White kembali mengangguk.

“Baiklah. Kita mulai pertunjukkannya,” laki-laki itu menjentikkan jarinya dan semuanya menjadi gelap.

Every revenge has its price,
Are you ready to pay for it?

            Para pengawal mengangkat peti kaca tersebut dengan sangat hati-hati. Namun salah seorang pengawal tersandung batu yang ada di dekat pagar. Peti tersebut terjatuh dan terbuka. Sang pangeran berlari mendekati peti tersebut dan terkejut karena Snow White terbangun. Snow White tersenyum pada sang pangeran.

“Terima kasih sudah menyelamatkanku. Apakah kau keberatan memberiku tumpangan ke istana?” tanya Snow White.

Sang pangeran mengangguk sambil tetap menatap wajah cantik Snow White.

Mereka berpamitan pada para kurcaci yang ikut terbangun saat peti tersebut terjatuh dan memulai perjalanan menuju istana. Setelah melalui perjalanan yang cukup jauh, Snow White dan rombongan sang pangeran sampai di istana. Melihat Snow White, para pengawal langsung mengijinkan mereka masuk. Sang raja terkejut sekaligus bahagia melihat putrinya masih hidup, sementara sang ratu terkejut mendapati rencananya telah gagal. Snow White mendekati singgasana dan berlutut di hadapan raja dan ratu, diikuti sang pangeran dan para pengawalnya.

“Yang Mulia. Saya memutuskan untuk menikah dengan pangeran,” pinta Snow White.

Sang pangeran terkejut sejenak namun akhirnya ia tersenyum. Sang raja menyetujui keputusan Snow White dan memerintahkan para penghuni kerajaan mempersiapkan semua yang diperlukan untuk pernikahan Snow White dan pangeran. Ratu yang merasa geram meninggalkan singgasana. Snow White tersenyum simpul melihat reaksi sang ratu.

            Hari pernikahan…

            Hari yang telah ditunggu-tunggu pun tiba. Pesta pernikahan pangeran dan Snow White dirayakan dengan sangat meriah. Semua rakyat dari kedua kerajaan diundang untuk menghadiri pernikahan mereka, termasuk para kurcaci yang sudah melindungi Snow White. Sang ratu meninggalkan pesta menuju kamarnya. Snow White yang menyadari sang ratu tidak ada di ruangan langsung menyusul.

            Sang ratu berdiri di depan cermin ajaib sambil memegang cermin tersebut.
“Wahai cermin ajaib-” belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Snow White masuk dan menginterupsi. “Siapa yang akan mati malam ini?”

Sang ratu tersentak dan menoleh ke sumber suara yang menginterupsinya. Snow White mencengkeram leher sang ratu dan menjejalkan apel ke dalam mulutnya. Sang ratu tercekik dan badannya menjadi kaku. Snow White melepaskan cengkeramannya dan sang ratu meronta-ronta kesakitan di lantai. Lehernya meleleh dan kulitnya melepuh. Matanya mengalami kebutaan dan tubuhnya lumpuh total. Tidak berapa lama ia pun meninggal dengan wajah menderita. Snow White tersenyum melihat sang ratu sudah meninggal.

“Selamat tinggal, wanita tercantik nomor dua”. Ia memecahkan cermin ajaib tersebut lalu kembali ke aula tempat pesta pernikahannya diadakan.

Revenge is counted as a sin,
And the price is quite expensive.

            Pesta pernikahan Snow White berakhir pada tengah malam. Semua rakyat sudah pulang ke rumah masing-masing. Snow White dan pangeran berpamitan pada raja dan menuju kamar yang telah dipersiapkan untuk mereka. Setelah masuk ke kamar, mereka berdua duduk di tempat tidur. Snow White terlihat malu-malu dan sang pangeran juga terlihat gugup.

“Snow White, bisa tutup matamu?” tanya sang pangeran sambil memeluknya dari belakang.

“Oke,” Snow White tersenyum. Ia pun menutup matanya.

Sambil tetap memeluk Snow White dari belakang, pangeran mengeluarkan pisau dari balik sakunya dan menusuk Snow White tepat di jantungnya. Snow White terkejut.

“Kh… Pangeran… Apa yang kau lakukan? Ngghh…” Snow White mengerang kesakitan. Pangeran memutar pisau tersebut.

“AAAAGGHH!” Snow White berteriak kesakitan.

“Maaf, Snow White. Setiap dosa ada harganya,” jawab sang pangeran.

Snow White bersusah payah menoleh dan mendapati mata pangeran ditutupi oleh tangan laki-laki bangsawan yang pernah menawarkannya untuk membalaskan dendam pada ratu. Laki-laki itu tersenyum penuh kemenangan. Itulah hal terakhir yang dilihat oleh Snow White sebelum ia kehilangan kesadarannya.

-Finish-